Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) sedang dalam pembahasan. Salah satu poin yang diatur dalam RUU ini yaitu transformasi NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak orang pribadi. Sri Mulyani berharap transformasi NIK menjadi NPWP dapat membuat pengelolaan pajak menjadi efektif.
“Jangan sampai di dalam masa transisi terjadi gejolak baik dari sisi teknis maupun dari sisi organisasi,” jelas Sri Mulyani dalam “Pelantikan Pejabat di Lingkungan Kementerian Keuangan” pada Senin (4/10/2021).
Sri Mulyani juga meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk menciptakan aplikasi dan data yang dapat diandalkan agar dapat meningkatkan rasio pajak (tax ratio).
Adapun rasio pajak adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk menilai kinerja penerimaan pajak.
Indonesia Tak Punya Basis Data Profil Wajib Pajak
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan salah satu persoalan sistem pajak di Indonesia yaitu tidak memiliki basis data profil wajib pajak yang kuat. Padahal data tersebut dibutuhkan untuk memetakan dan menguji kepatuhan wajib pajak.
Karena itu, ia berharap penggunaan NIK sebagai NPWP dapat meningkatkan kepatuhan pajak dari orag pribadi yang belum optimal. Ia mengutip data Kementerian Keuangan, pemerintah hanya memiliki 45,4 juta wajib pajak yang memiliki NPWP atau sekitar 34,6 persen dari angkatan kerja di Indonesia.
“Artinya, selebihnya berada di luar radar otoritas. Dengan adanya integrasi KTP atau NIK dan NPWP tentu akan semakin banyak data yang bisa dipetakan dan dimonitor kepatuhannya oleh Dirjen Pajak,” jelas Darussalam kepada VOA, Senin (4/10/2021).
Darussalam menambahkan kebijakan ini juga dapat membuat aktivitas ekonomi yang menggunakan KTP/NIK bisa ditelusuri oleh Dirjen Pajak, meskipun orang tersebut belum menjadi wajib pajak